Diagnosis Talasemia Dini, Cegah Komplikasi

Rabu, 01 Juli 2015 - 11:07 WIB
Diagnosis Talasemia...
Diagnosis Talasemia Dini, Cegah Komplikasi
A A A
GEJALANYA yang sekilas serupa dengan anemia ringan, membuat banyak orang tak menyadari bila dirinya menderita talasemia. Padahal dengan pencegahan dini, komplikasi akibat penyakit ini bisa dihindari.

Talasemia adalah penyakit keturunan dengan gejala yang serupa dengan anemia ringan, yang sering tidak terdiagnosis. Talasemia sering identik dengan anemia. Anemia adalah keadaan dengan kadar hemoglobin yang kurang dari normal. Talasemia sebetulnya masuk dalam jenis anemia, tapi masuk kelompok anemia hemolitik yang dasarnya bawaan (genetik).

Hal ini disebabkan keadaan sumsum tulang baik, tapi bahan bakunya tidak sempurna sehingga sel darah merah yang dibentuk mudah pecah (hemolisis). “Talasemia merupakan salah satu penyakit tidak menular, yang bukan disebabkan oleh gaya hidup yang kurang sehat, tapi diturunkan dari kedua orang tua karena ketidaksempurnaan rantai pembentuk hemoglobin,” kata DR Dr Tb Djumhana Atmakusuma SpPD-KHOM, Presiden Perhimpunan Hematologi dan Transfusi Darah Indonesia (PHTDI) saat dijumpai dalam Forum diskusi interaktif SEHATi Bicara yang didukung oleh PT Novartis Indonesia.

Untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan sel darah merah yang berkurang akibat penghancuran tersebut, maka hati dan limpa turut membantu sumsum tulang untuk membuat sel darah merah. Akibatnya, terjadi pembesaran kedua organ tersebut. Kadang sering pula limpa ikut menghancurkan sel-sel darah merah.

Dengan pemeriksaan darah, maka siapa pun dapat mengetahui apakah mereka pembawa sifat atau penderita talasemia, yang jika dilakukan sedini mungkin dapat mencegah risiko komplikasi lainnya, seperti kelebihan zat besi, deformitas tulang, atau pembengkakan kelenjar limpa (splenomegali).

“Penderita talasemia juga memiliki tingkat risiko yang jauh lebih tinggi terhadap kemungkinan terjadinya infeksi. Hal ini lebih tinggi lagi risikonya, bagi penderita talasemia yang limpanya sudah diangkat,” papar Djumhana Atmakusuma. Talasemia dibagi ke dalam beberapa jenis, yakni talasemia minor dan talasemia mayor.

Talasemia mayor adalah jenis talasemia yang menunjukkan gejala anemia, pembesaran hati, dan limpa. Sementara talasemia minor tidak menunjukkan gejala yang berarti, selain hanya gejala anemia yang sangat ringan. Orang yang mengidap talasemia minor ini hanya menjadi pembawa sifat talasemia (trait ). Hanya anak-anak yang mengidap talasemia mayor yang menghadapi masalah besar.

“Jika ayah dan ibu sama-sama pembawa sifat, maka risiko anak yang tertular talasemia pembawa sifat mencapai 50% dan yang akan menderita talasemia mayor yang berisiko kematian sebesar 25%,” ungkap DR Dr Tb Djumhana Atmakusuma SpPDKHOM. Namun, jika hanya salah satu yang bersifat sebagai pembawa sifat, risikonya hingga 50% akan meneruskan menjadi pembawa sifat dan 50% normal,” tambahnya.

Hingga saat ini talasemia belum ada obatnya. Pengobatan satu-satunya hanyalah dengan melakukan transfusi darah secara rutin. Rata-rata sebulan sekali selama seumur hidup. Tujuannya untuk mempertahankan kadar hemoglobin (hb) di atas 9 g/dL agar dapat tetap beraktivitas normal.

Dengan deteksi dini, maka penderita talasemia dapat mendapatkan pengobatan yang tepat sehingga komplikasi dapat dihindari. Penderita talasemia akan tetap membutuhkan transfusi darah seumur hidup mereka, yang artinya penderita talasemia harus mengeluarkan uang rata-rata sebesar Rp10 juta per bulan yang berkaitan dengan biaya pengobatan dan transfusi darah.

“Jika ini dapat dijalankan, kami akan mampu menekan angka morbiditas karena talasemia di Indonesia dan tidak mengulang peningkatan jumlah penderita talasemia sebanyak 8,3% seperti antara 2008-2009,” ucap H Ruswandi, Ketua Yayasan Thalassemia Indonesia/ Perhimpunan Orang Tua Penderita Thalassemia Indonesia (YTI/POPTI).

Larissa huda
(ftr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0853 seconds (0.1#10.140)